free counters

Kamis, 20 Oktober 2011

bisnis online kerja rumahan

Pertama diindonesia, Bisnis online yang terbukti membayar, kerja 1-2 jam perhari, gaji jutaan rupiah. Hanya ada di bisnis ODAP. Info selengkapnya klik http://www.penasaran.net/?ref=qfqvx5

Rabu, 19 Oktober 2011

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ibu Dalam Pemberian Imunisasi BCG

FAKTOR-FAKTOR  YANG  MEMPENGARUHI  IBU  DALAM PEMBERIAN  IMUNISASI  BCG  PADA  BAYI  DI PUSKESMAS KECAMATAN
JATINEGARA JAKARTA TIMUR
TAHUN  2010-2011





Oleh :
SETTIYAWATI
0701029
Program  Studi  Ilmu  Keperawatan
Sekolah  Tinggi  Ilmu  Kesehatan  Istara  Nusantara
Jakarta Timur
2011


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar  Belakang
Di Indonesia TBC masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat  dan  penyebab utama  kematian  nomor  satu  untuk  penyakit infeksi  (Suhardi.  2006).  Di  Indonesia, program  imunisasi  terdiri  atas
Program  Pengembangan  Imunisasi  (PPI).  Selama  ini program  imunisasi wajib meliputi BCG, imunisasi wajib ini telah dilaksanakan di unit-unit pelayanan kesehatan maupun swasta (Burzi, Fransisco. 2006).
Imunisasi BCG wajib diberikan, seperti diketahui, di Indonesia termasuk negara endemis TB dan satu negara dengan penderita TB tertinggi di dunia (Vina dan Vani. 2008).
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) merupakan salah satu penyebab kematian bayi di Indonesia. Oleh karena itu, Depkes menganjurkan agar semua anak sebelum berusia 1 tahun telah mendapatkan imunisasi lengkap yaitu antara lain 1 kali imunisasi BCG (Cahyono, Kurniawan Dedi. 2003)
Laporan  TB  dunia  oleh  WHO  yang  terbaru  (2006),  masih  menempatkan  Indonesia  sebagai  penyumbang  terbesar  nomor  3  di  dunia  setelah  India  dan  Cina  dengan  jumlah  kasus  baru  sekitar  539.000  dan  jumlah  kematian  sekitar  101.000  per  tahun.  (I Nyoman Kandun, 2006).  Penyakit  TBC  pada  anak  adalah  fenomena  yang  sangat  mencemaskan. Jumlah  Kasus  TBC  pada  anak  di  Indonesia  sekitar  seperlima  dari  seluruh  Kasus  TBC.
Di  negara  Indonesia, TBC  masih  merupakan  penyakit  rakyat  yang  mudah  menular. Tidak  tepat  bila  hanya  mengharapkan  perbaikan  sosial  ekonomi  penduduk  untuk  dapat  menurunkan  morbiditas  dan  mortilitas  Tubercolusis. Di  negara  yang  sudah  berkembang  penyakit  ini  sudah  jarang  ditemukan  karena  dilaksanakannya  imunisasi  BCG  dengan  luas,  pengawasan  ketat  terhadap  penderita  TBC,  dan  perbaikan  keadaan  sosial  ekonomi.  Akan  tetapi  beberapa  laporan  tentang  munculnya  kembali  penyakit  TBC  di  negara  maju  akhir-akhir  ini  telah  menimbulkan  kekhawatiran  serta  telah  dan  antipisasi  lebih  lanjut,  sehingga  perlu  dilakukan  pengontrolan  atas  penyakit  ini. (DepKes RI, tahun, 2003).
Seseorang  akan  menderita  TBC  karena  terhisapnya  percikan  udara  yang  mengandung  kuman  TBC,  yang  berasal  dari  orang  dewasa  berpenyakit  TBC.  Mungkin  juga  bayi  sudah  terjangkit  penyakit  TBC  waktu  lahir.  Ia  terinfeksi  kuman  TBC  sewaktu  masih  dalam  kandungan,  bila  ibu  mengindap  penyakit  TBC.  Tetapi  hal  ini  jarang  terjadi.  Pada  anak  yang  terinfeksi,  kuman  TBC  dapat  menyerang  berbagai  alat  tubuh.  Organ yang  diserangnya  ialah  paru  (paling  sering),  kelenjar  getah  bening,  tulang,  sendi,  ginjal,  hati,  atau  selaput  otak.  TBC  selaput  otak  merupakan  jenis  TBC  yang  palin berat.  Salah  satu  dari  sekian  banyak  upaya  pemberantasan  penyakit  TBC  ialah  imunisasi  BCG.  Dengan  imunisasi  BCG  diaharapkan  penyakit  TBC  dapat  berkurang  dan  kejadian  TBC  yang  berat  dapat  dihindari. (Kartasasmita, 2003)
Dari grafik di atas dapat kita ketahui bahwa data TBC di Jakarta Timur tahun 2010, di Kecamatan Jatinegara (93,99%), Cakung (82%), Cipayung (76,87%), Ciracas (72,43%), Duren Sawit (51,63%), Kramat Jati 48,26(%), Makasar (42,25%), Matraman 38,95(%), Pulo Gadung (33,31%) dan kecamatan Pasar Rebo (29,33%).
Dari grafik di atas menunjukkan bahwa angka kejadian TBC di Jakarta Timur yang tertinggi terdapat pada daerah Kecamatan Jatinegara yaitu 93,99%. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ibu Dalam Pemberian Imunisasi BCG Pada Bayi di Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur.

Dapat  kita  lihat  dari  tabel  di  atas  data  imunisasi  BCG  di  Puskesmas  Kecamatan  Jatinegara  tahun  2010  pada  bulan  Januari  20  bayi  (36,8%),  Februari  15 bayi (27,6%),  Maret  15  bayi  (27,6%),  April  10  bayi  (18,4%),  Mei  11  bayi  (20,24),  Juni  16  bayi  (29,44%),  Juli  12  bayi  (22,08%),  Agustus  22  bayi  (40,48%),  September  23  bayi  (42,32%),  Oktober  27  bayi  (49,68%),  November  7  bayi  (12,88%),  dan  Desember  6  bayi  (11,04%).  Hampir  semua  bayi  di  Kecamatan  Jatinegara  memberikan  imunisasi  BCG  pada  bayi  nya. 
Data di atas adalah data terakhir yang peneliti ambil dari Puskesmas Kecamatan Jatinegara di tahun 2011. Pada bulan Januari 2011 terdapat 27 bayi yg melakukan imunisasi BCG, bulan Februari 20 bayi, Maret 23 bayi, dan bulan April 31 bayi. Dari data di atas dapat kita simpulkan bahwa ibu yang memberikan imunisasi BCG pada bayi terdapat peningkatan pada bulan April, hal ini besar kemungkinan ibu untuk mencegah terjadinya tubercolosis dan mengurangi angka kejadian TB di indonesia secara dini. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian imunisasi BCG pada bayi.

B.       Rumusan  Masalah
Sejauh  mana  faktor-faktor  yang  mempengaruhi  ibu  dalam  pemberian  imunisasi  BCG  pada  bayi di Puskesmas Kecamatan Jatinegara tahun 2010.

C.      Tujuan
1.      Tujuan Umum
Untuk  mengetahui  faktor-faktor  yang  berhubungan  dengan  pemberian  imunisasi  BCG  pada  bayi .

2.      Tujuan Khusus
a.       Untuk  mengetahui  pengaruh umur terhadap imunisasi BCG pada bayi di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur
b.      Untuk  mengetahui  pengaruh pendidikan terhadap imunisasi BCG pada bayi di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur
c.       Untuk  mengetahui  pengaruh pengetahuan terhadap imunisasi BCG pada bayi di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur
d.      Untuk  mengetahui  pengaruh motivasi terhadap imunisasi BCG pada bayi di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur
e.       Untuk  mengetahui  pengaruh lingkungan terhadap imunisasi BCG pada bayi di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur
f.       Untuk  mengetahui  pengaruh sosial ekonomi terhadap imunisasi BCG pada bayi di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur

D.      Manfaat Penelitian
1.      Bagi  Pendidikan
Sebagai  bahan  masukan  untuk  pengembangan  ilmu  pengetahuan  khususnya   pemberian  imunisasi  BCG  pada  bayi.

2.      Bagi  Pelayanan  Kesehatan
Sebagai  bahan  masukan  yang  bermakna  dalam  rangka  peningkatan  mutu  program pemberian imunisasi  BCG pada bayi.
3.      Bagi  Peneliti
Merupakan  pengalaman  yang  sangat  berharga  dalam  menambah  wawasan  tentang pemberian imunisasi  BCG pada bayi. Hasil  penelitian  di  harapkan  dapat  menambah  sumber  informasi  dan  sebagai  bahan  bacaan  untuk  penelitian  berikutnya.   














BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN

A.      Imunisasi
1.         Definisi
Kata imun berasal dari bahasa Latin (immunitas) yang berarti pembebasan (kekebalan) yang diberikan kepada para senator Romawi selama masa jabatan mereka terhadap kewajiban sebagai warganegara biasa dan terhadap dakwaan. Dalam sejarah, istilah ini kemudian berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi, terhadap penyakit menular (Theophilus, 2000; Mehl dan Madrona, 2001).
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan (imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit (DepKes,2000). Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan kesehatan anak.
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. (Hidayat, A. Aziz alimun 2008).
Imunisasi adalah reaksi antara antigen  dan antibody yang merupakan kuman atau racun (toxin disebut sebagai antigen). Secara khusus antigen merupakan bagian dari protein kuman atau racun protein. Racunnya bila antigen untuk pertama kalinya masuk kedalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh akan membentuk zat anti terhadap racun kuman yang disebut antibody. (Riyadi Sujono, 2009)
Pemberian  imunisasi  terbagi  menjadi dua,  yaitu:

a.    Imunisasi  Aktif
Imunisasi  aktif  adalah  kekebalan  yang  dibuat  oleh  tubuh  dan  membuat  sendiri  zat  anti  setelah  suatu  rangsangan  antigen  dari  luar  tubuh,  misalnya  rangsangan  virus  yang  telah  dilemahkan  pada  imunisasi  polio  atau  campak.  Setelah  rangsangan  ini  kadar  zat  anti  dalam  tubuh  anak  akan  meningkat,  sehingga anak  menjadi  kebal.
Kekebalan  aktif  dibagi  menjadi  dua  yaitu  :
1)        Kekebalan  aktif  alamiah
Dimana  tubuh  anak  membuat  kekebalan  sendiri  setelah  mengalami  sembuh  dari  penyakit,  misalnya  :  campak.  Setelah  sembuh  tidak  akan  terserang  campak  lagi  karena  membuat  zat  penolak  terhadapa  penyakit.
2)        Kekebalan  aktif  buatan
Kekebalan  yang  dibuat  tubuh  setelah  mendapat  vaksin  (imunisasi).  Misalnya  : anak  diberi  vaksin  BCG,  DPT,  Polio.
b.      Imunisasi  Pasif
Imunisasi  pasif  adalah  imunisasi  yang  dilakukan  dengan  penyuntikan  sejumlah  zat  anti,  sehingga  proses  cepat  terjadi  dengan  dua  hal  yaitu  :
1)        Kekebalan  Pasif  Alamiah
Kekebalan  yang  diperoleh  oleh  bayi  sejak  lahir  ibunya.  Kekebalan  ini  tidak  berlangsung  lama  (kurang  lebih  hanya  5  bulan  setelah  bayi  lahir)  misalnya  :  difteri,  morbili,  tetanus.
2)        Kekebalan  Pasif  Buatan
Kekebalan  ini  diperoleh  setelah  mendapat  suntikan  zat  penolakan,  misalnya  ATS (Anti  Tetanus  Serum).
Jenis Vaksin  Yang  Digunakan  Di  Indonesia  Ada  Dua  Yaitu  :
a.    Vaksin  dari  kuman  hidup  yang  dilemahkan  :
·           Virus  campak  dalam  vaksin  campak
·           Kuman  TB  dalam  vaksin  TB
·           Virus  polio  dalam  jenis  sabin  pada  vaksin  polio
b.    Vaksin  dari  kuman  yang  dimatikan
·           Bakteri  pertusis  dalam  DPT
·           Virus  polio  jenis  SALK  dalam  vaksin  polio
·           Racun  kuman  seperti  TT
·           Vaksin  dibuat  oleh  protein.
Syarat  Pemberian  Vaksin
a.    Pada  bayi  atau  anak  yang  sehat
b.    Vaksin  harus  baik,  disimpan  dalam  kulkas  dan  belum  kadaluarsa
c.    Pemberian  imunisasi  dengan  tehnik  yang cepat
d.   Mengetahui  jadwal  imunisasi  dengan  melihat  umur  dan  jenis  imunisasi  yang  telah  diterima
e.    Meneliti  vaksin  yang  akan  diberikan
f.     Memperhatikan  dosis  yang  akan  diberikan
Reaksi  Yang  Mungkin  Terjadi  Setelah  Imunisasi  : 
a.       Reaksi  lokal
Pada  tempat  penyuntikan  terjadi  pembengkakan  kadang  disertai  demamm,  agak  sakit.  Pada  keadaan  sperti  ini  ibu  tidak  usah  panik  sebab  panas  akan  sembuh  dan  kekebalan  telah  dimiliki  bayi  atau  anak.
b.      Reaksi  Umum
Dapat  terjadi  kejang  atau  syok.  Pada  keadaan  ini  ibu  harus  konsultasi  ke  dokter  atau  bidan.

2.         Vaksinasi
Vaksinasi adalah pemberian vaksin kedalam tubuh seseorang untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit tertentu. Vaksinasi sering juga disebut imunisasi. (Wikipedia).
Vaksin berasal dari kata Vaccinia yaitu penyebab cacar sapi yang ketika diberikan kepada manusia akan menimbulkan pengaruh kekebalan terhadap cacar. Pengertian vaksin itu sendiri adalah bahan antigenic yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau liar.
Semua vaksin mempunyai 3 jenis bahan utama, antara lain :
a.         Bahan kuman.
Bahan kuman adalah organisme hidup berupa virus dan bakteri yang telah dilemahkan atau berupa virus dan bakteri yang telah dibunuh atau tidak aktif atau juga berupa toksoid yang terbuat dari toksin (racun) yang sudah di non-aktifkan yang diproduksi oleh virus dan bakteri.
b.        Bahan-bahan yang ditambahkan untuk menjalankan berbagai fungsi.
Adapun bahan-bahan tambahan yang dimasukkan dalam vaksin, antara lain :
1)        Aluminium
Aluminium berfungsi untuk mendorong fungsi antibodi. Logam ini dikenal sebagai kemungkinan penyebab kejang, alzhaimer, kerusakan otak dan dementia (pikun). Aluminium terdapat dalam vaksin DPT, DaPT dan hepatitis
2)        Formaldehida (formalin).
Formaldehyde (formalin) digunakan untuk menon-aktifkan kuman. Formalin dikenal sebagai bahan karsinoma (penyebab kanker).
3)        Fenol.
Fenol dalam dosis tertentu sangat beracun dan lebih membahayakan daripada sekedar merangsang imun, sehingga dianggap berlawanan dengan tujuan pembuatan vaksin. Fenol antara lain digunakan dalam proses pembuatan vaksin tifoid.
4)        Thimerosal
Thimerosal berfungsi sebagai pengawet. Bahan ini mengandung hamper 50 persen etilmerkuri yang berarti mempunyai sifat seperti air raksa.
5)        Gelatin
Gelatin merupakan bahan yang diperoleh dari hidrolisis kolagen yang terdapat pada tulang dan kulit hewan terutama sapi dan babi. Gelatin antara lain digunakan dalam proses pembuatan vaksin MMR dan varicella. Bahayanya sama seperti bahaya pada formalin.
6)        Benzetonium klorida, glutamate, neomisin.

c.         Biakan dimana vaksin dibuat.
Dalam proses pembuatan vaksin, bakteri yang beracun atau virus yang hidup akan dilemahkan dengan cara berulang-ulang dilewatkan melalui suatu media biakan antara lain jaringan otak kelinci, jaringan marmot, jaringan ginjal anjing, jaringan ginjal monyet, embrio ayam, atau protein telur ayam atau bebek dan kerap kali menggunakan jaringan janin manusia yang digugurkan.
Protein hewani yang berasal dari media biakan vaksin akan masuk ke dalam tubuh manusia tanpa melalui proses pencernaan (melalui suntikan langsung ke dalam aliran darah). Protein yang tidak dicerna adalah penyebab utama alergi dan juga bisa menyerang  jaringan pelindung sel-sel syaraf dan menimbulkan kerusakan dalam system syaraf.

3.         Vaksin BCG
Imunisasi BCG adalah vaksinasi hidup yang diberikan pada bayi untuk mencegah terjadinya penyakit TBC. (Dirjen PPM dan PLP, 1989 : 71).
BCG berasal dari strain bovinum M. Tuberculosis oleh Calmette dan Guerin yang mengandung sebanyak 50.000 – 1.000.000 partikel/ dosis. Bakteri ini menyebabkan TBC pada sapi tapi tidak pada manusia. Vaksin ini dikembangkan pada tahun 1950 dari bakteri M. tuberculosis yang hidup, karenanya bisa berkembang biak dalam tubuh dan diharapkan bisa mengindus antibody seumur hidup. Selain itu, pemberian 2 atau 3 kali tidak berpengaruh sehingga vaksinasi BCG hanya diperlukan sekali seumur hidup. (Hendrawan, www.artikel.php.htm.com.id, 2003).
Penularan  penyakit  TBC  terhadap  seorang  anak  dapat  terjadi  karena  terhirupnya  percikan  udara  yang  mengandung  kuman  TBC.  Kuman  ini  dapat  menyerang  berbagai  organ  tubuh,  seperti  paru-paru  (paling  sering  terjadi),  kelenjar  getah  bening , tulang,  sendi,  ginjal,  hati,  atau  selaput  otak  (yang  terberat).  Pemberian  imunisasi  BCG  sebaiknya  dilakukan  pada  bayi  yang  baru  lahir  sampai  usia  12  bulan,  tetapi  imunisasi  ini  sebaiknya  dilakukan  sebelum  bayi  berumur  2  bulan. Imunisasi  ini  cukup  diberikan  satu  kali  saja.  Bila  pemberian  imunisasi  ini  "berhasil,"  maka  setelah  beberapa  minggu  di  tempat  suntikan  akan  timbul  benjolan  kecil.  Karena  luka  suntikan  meninggalkan  bekas,  maka  pada  bayi  perempuan,  suntikan  sebaiknya  dilakukan  di  paha  kanan  atas.  Biasanya  setelah  suntikan  BCG  diberikan,  bayi  tidak  menderita  demam.  Pemberian  Imunisasi  ini  akan  memberikan  kekebalan  aktif  terhadap  penyakit  Tuberkulosis  ( TBC ),  Imnunisasi  ini  diberikan  hanya  sekali  sebelum  bayi  berumur  dua  bulan.  Reaksi  yang  akan  nampak  setelah  penyuntikan  imunisasi  ini  adalah  berupa  perubahan  warna  kulit  pada  tempat  penyuntikan  yang  akan  berubah  menjadi  pustula  kemudian  pecah  menjadi  ulkus,  dan  akhirnya  menyembuh  spontan  dalam  waktu  8 – 12  minggu  dengan  meninggalkan  jaringan  parut,  reaksi  lainnya  adalah  berupa  pembesaran  kelenjar  ketiak  atau  daerah  leher,  bila  diraba  akan  terasa  padat  dan  bila  ditekan  tidak  terasa  sakit. Komplikasi  yang  dapat  terjadi  adalah  berupa  pembengkakan  pada  daerah  tempat  suntikan  yang  berisi  cairan  tetapi  akan  sembuh  spontan.
Vaksin BCG atau pemberian imunisasi BCG bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit Tuberculosis (TBC) vaksin BCG mengandung kuman BCG (Bacillus calmet-Guerin) yang masih hidup. Jenis kuman TBC ini telah dilemahkan. Dimana Tuberculosis merupakan penyakit rakyat yang mudah menular di Indonesia dan di Negara yang sedang berkembang lainnya. Seorang anak menderita TBC karena terhisapnya percikan udara yang mengandung kuman TBC, yang berasal dari orang dewasa berpenyakit TBC. Mungkin juga bayi sudah terjangkit penyakit TBC sewaktu lahir. Ia terinfeksi kuman TBC sewaktu masih dalam kandungan, bila ibu mengidap penyakit TBC. Pada anak yang terinfeksi, kuman TBC dapat menyerang berbagai alat tubuh yang diserangnya adalah paru ( paling sering ), kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati, atau selaput otak. Salah satu upaya dari banyak upaya pemberantasan penyakit TBC ialah imuniasi BCG. Dengan imunisasi BCG diharapkan penyakit TBC dapat berkurang dan kejadian TBC yang berat dapat dihindari.


4.     Cara Imunisasi BCG
Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan ketika bayi baru lahir, sampai bayi berumur 12 bulan, tetapi sebaiknya pada umur 0 – 2 bulan. Hasil yang memuaskan terlihat apabila diberikan menjelang umur 2 bulan. Imunisasi BCG cukup diberikan 1 kali saja, pada anak yang berumur lebih dari 2 bulan, dianjurkan untuk melakukan uji mantoux sebalum imunisasi BCG, gunanya untuk mengetahui apakah untuk mengetahui apakah ia telah terjangkit penyakit TBC. Seandainya hasil uji mantoux positive, anak tersebut selayaknya tidak mendapatkan imunsasi BCG Tetapi bila imunisasi dilakukan secara masal, maka pemberian suntikan BCG dilaksanakan secara langsung tanpa uji mantoux terlebih dahulu. Hal ini dilakukan mengingat pengaruh beberapa factor, seperti segi teknis penyuntikan BCG, keberhasilan program imunisasi, segi epidemiologis dan lain – lain.
Penyuntikan BCG tanpa dilakukan uji mantoux pada dasarnya tidaklah membahayakan. Bila pemberian imunisasi BCG itu berhasil, setelah beberapa minggu ditempat suntikan akan terdapat suatu benjolan. Tempat suntikan itu kemudian berbekas. Kadang – kadang benjolan tersebut bernanah, tapi akan menyembuh sendiri meskipun lambat. Sesuai kesepakatan maka biasanya penyuntikan BCG dilakukan di lengan kanan atas. Karena luka suntikan meninggalkan bekas dan mengingat segi kosmetiknya, pada bayi perempuan dapat diminta sutikan di paha kanan atas

5.         Kekebalan
seperti  telah  diuraikan  diatas,  jaminan  imunisasi  tidaklah  mutlak  100%  bahwa  anak  anda  akan  terhindar  sama  sekali dari  penyakit  TBC.  Seandainya  bayi  yang  telah  mendapat  imunisasi  terjangkit  juga  penyakit  TBC,  maka  ia  akan  terhindar  dari  kemungkinan  mendapat  TBC  berat,  seperti  TBC  paru  parah,  TBC  tulang,  atau  TBC  selaput  otak  yang  mengakibatkan  cacat  seumur  hidup  dan  membahayakan  jiwa  anak  muda.

6.         Reaksi Imunisasi
Biasanya  setelah  suntikan  BCG  bayi  tidak  akan  menderita  demam.  Bila  ia  demam  setelah  imunisasi  BCG  umumnya  disebabkan  oleh  keadaan  lain.  Untuk  hal  ini  dianjurkan  agar  berkonsultasi  dengan  dokter.




a)      Tanda  Keberhasilan  Vaksin
Tanda  keberhasilan  vaksinasi  BCG  berupa  bisul  kecil  dan  bernanah  pada  daerah  bekas  suntikan  yang  muncul  setelah  4-6  minggu.  Benjolan  atau  bisul  setelah  vaksinasi  BCG  memiliki  ciri  yang  sangat  khas  dan  berbeda  dari  bisul  pada  umumnya.  Bisul  tersebut  tidak  menimbulkan  rasa  nyeri,  bahkan  bila  disentuhpun  tidak  terasa  sakit.  Tak  hanya itu,  munculnya  bisul  juga  tak  diiringi  panas.  Selanjutnya,  bisul tersebut  akan  mengempis  dan  membnetuk  luka  parut.
b)      Bila  ada  reaksi  berlebih
Tingkat  kewaspadaan  bila   ternyata  muncul  reaksi  berlebih  pasca vaksinasi  BCG.  Misal,  benjolan  atau  bisul  itu  lama  tidak  sembuh-sembuh  dan  menjadi  koreng.  Atau,  malah  ada  pembengkakan  pada kelenjar di ketiak (sekelan).  Ini  dapat  merupakan  pertanda  si  anak  pernah  terinfeksi  TB  sehingga  menimbulkan  reaksi  berlebih  setelah  divaksin.  Sebaiknya  segera  periksakan  kembali  ke  dokter,  setiap  infeksi  selalu  diikuti  oleh  pembesaran  kelenjar  limfe  setempat  (regional)  sehingga  bisa  diraba.  Jadi  infeksi  ringan  akibat  vaksinasi  di  lengan  atas  akan  menyebabkan  pembesaran  kelenjar  limfe  ketiak.  Jika  terjadi  pada  pangkal  paha,  akan  terjadi  pembesaran  kelenjar  limfe  di  lipatan  paha.  Namun  efek  samping  ini  tidak  terjadi  pada  bayi.  Yang  brisiko  apabila  bayi  tersebut  sudah  terinfeksi  TB  sebelum vaksinasi.

c)      Bila  tidak  Timbul  benjolan
Orang  tua  tak  perlu  khawatir  bila  ternyata  tidak  muncul  bisul/benjolan  di  daerah  suntik.  Jangan  langsung  beranggapan  bahwa  vaksinasinya  gagal.  Bisa  saja  itu  terjadi karena  kadar  antibodinya  terlalu  rendah,  dosis  terlau  rendah,  daya tahan  anak  sedang  menurun  (misalnya  anak  dengan  gizi  buruk) atau  kualitas  vaksinasinya  kurang  baik  akibat  cara  penyimpanan  yang salah.  Meski  begitu,  antibodi  tertap  terbentuk  tetapi  dalam  kadar  yang  rendah.  Jangan  khawatir,  di  daerah endemis  TB  (penyakit  TB  terus-menerus  ada  sepanjang  tahun)  seperti  Indonesia,  infeksi  alamiah  akan  selalu  ada.  Booster-nya  (ulangan  vaksinasi)  bisa  didapat  dari  alam,  asalkan  anak  pernah  divaksinasi  sebelumnya.

d)     Efeksi Samping
Umumnya  pada  imunisasi  BCG  jarang  dijumpai  akibat  samping.  Mungkin  terjadi  pembengkakan  kelenjar  getah  bening  setempat  yang  terbatas  dan  biasanya  menyembuh  sendiri  walaupun  lambat.  Bila  suntikan  BCG  dilakukan  dilengan  atas,  pembengkakan  kelenjar  terdapat  di  ketiak  atau  leher  bagian  bawah.  Suntikan  di  paha  dapat  menimbulkan  pembengkakan  kelenjar  di  selangkakan.  Komplikasi  pembengkakan  kelenjar  ini  biasanya  disebabkan  karena  teknik  penyuntikan  yang  kurang  tepat,  yaitu  penyuntikan  terlalu  dalam.  Dalam  masalah  komplikasi  yang ringan  ini,  bila terdapat  keraguan  dipersilahkan  anda  berkonsultisai  dengan  dokter.

e)      Kontra Indikasi
Tidak  ada  larangan  untuk  melakukan  imunisasi  BCG,  kecuali  pada  anak  yang  berpenyakit  TBC  atau  menunjukkan  uji  mantoux  positif
1)      Pemberian  imunisasi  BCG  biasanya  dilakukan  sedini  mungkin,  dalam  waktu  beberapa  hari  setelah  bayi  lahir.
2)      Cara  pembeian  imunisasi  BCG  bagi  perorangan  berlainan  dengan  pemberian  secara  masal.
3)      Imunisasi  BCG  secara  masal  tanpa  didahului  uji  mauntoux,  tidak  membahayakan.
4)      Dengan  imunisasi  BCG  anak  anda  diharapkan  akan  bebas  terjangkit  penyakit  TBC.  Setidak-tidaknya  ia  terhindar  dari  penyakit  TBC  yang  berat  dan  parah.
B.       Faktor-Faktor  Yang  Mempengaruhi  Ibu  Dalam Pemberian  Imunisasi BCG
Penyebaran  masalah  kesehatan berbeda untuk tiap individu, kelompok dan masyarakat dibedakan atas tiga macam yaitu : Ciri-ciri manusia/karakteristik, tempat dan waktu. salah satu faktor yang menentukan terjadinya masalah kesehatan di masyarakat adalah ciri manusia atau karakteristik .Yang termasuk dalam unsur karakteristik manusia antara lain: umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan,status sosial ekonomi,ras/etnik,dan agama.Sedangkan dari segi tempat disebutkan penyebaran masalah kesehatan dipengaruhi oleh keadaan geografis, keadaan penduduk dan keadaan pelayanan kesehatan.Selanjutnya penyebaran masalah kesehatan menurut waktu dipenaguruhi oleh kecepatan perjalanan penyakit dan lama terjangkitnya suatu penyakit. Begitu juga halnya dalam masalah status imunisasi dasar bayi juga dipengaruhi oleh karakteristik ibu dan faktor tempat,dalam hal ini adalah jarak rumah dengan puskesmas/tempat pelayanan kesehatan. Pada penelitian ini ,karakteristik ibu yang peneliti diteliti adalah :

1.         Umur
Umur adalah lamanya seseorang hidup sejak dilahirkan sampai saat ini. Dalam satuan tahun dan juga  merupakan periode terhadap pola-pola kehidupan baru demikian bertambah pula umur semakin tinggi keinginan seseorang tentang kesehatan (Notoadmojo, 2003).
Usia dewasa (18-40 tahun) merupakan masa dimana seseorang secara maksimal dapat mencapai prestasi yang memuasakan dalam karirnya pada usia tengah (41-60 tahun) seseorang tinggal mempertahankan prestasi yanh telah dicapainya pada usia dewasa sedangkan usia tua (> 60 tahun) adalah usia tidak produktif lagi dan hanya menikmati hasil dari prestasi (Hurlock 1998).
Umur merupakan salah satu sifat karakteristik tentang orang yang sangat utama. Umur mempunyai hubungan dengan tingkat keterpaparan, besarnya risk serta sifat resistensi. Perbedaan pengalaman terhadap masalah kesehatan/penyakit dan pengambilan keputusan dipengaruhi oleh umur individu tersebut (Noor,N.N,2000).
Beberapa studi menemukan bahwa usia ibu, ras,pendidikan, dan status sosial ekonomi berhubungan dengan cakupan imunisasi dan opini orang tua tentang vaksin berhubungan dengan status imunisasi anak mereka.( Ali, Muhammad, 2002) .
Dari penelitian Ali,Muhammad (2002) didapatkan bahwa usia ibu berhubungan dengan pengetahuan dan perilaku mereka terhadap imunisasi (p < 0,05).Penelitian ini menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian Lubis (1990;dalam Ali,Muhammad,2002).Penelitian Salma Padri,dkk (2000) juga menemukan bahwa faktor utama yang berhubungan dengan imunisasi adalah umur ibu (OR 2,53 95% CI: 1.21 -5.27).Selanjutnya hasil penelitian Ibrahim D.P.(2001) menunjukkan bahwa karakteristik ibu yang erat hubungannya dengan status imunisasi umur ibu yaitu umur ibu yang dihitung sejak lahir sampai saat penelitian.

2.         Pendidikan
Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingkah laku, semakin tinggi pendidikan seseorang maka dalam memilih tempat-tempat pelayanan kesehatan semakin diperhitungkan.  faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dan pendidikan dapat mendewasakan seseorang serta berperilaku baik, sehingga dapat memilih dan membuat keputusan dengan lebih tepat.
Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting. Karenanya suatu pemahaman tentang program ini amat diperlukan untuk kalangan tersebut.Pemahaman ibu atau pengetahuan ibu terhadap imunisasi sangat dipengaruhi oeleh tingkat pendidikan ibu.(Ali,Muhammad,2002).
Semakin tinggi tingkat pendidikan atau pengetahuan seseorang maka semakin membutuhkan pusat-pusat pelayanan kesehatan sebagai tempat berobat bagi dirinya dan keluarganya. Dengan berpendidikan tinggi, maka wawasan pengatehuan semakin bertambah dan semakin menyadari bahwa begitu penting kesehatan bagi kehidupan sehingga termotivasi untuk melakukan kunjungan ke pusat-pusat pelayanan kesehatan yang lebih baik. Sejalan dengan pendapat Slamet, Singarimbun , juga menyebutkan kelengkapan status imunisasi anak tertinggi pada ibu yang berpendidikan SLTP keatas sebanyak 30,1%.Berdasarkan penelitian Idwar (2001) juga disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seorang ibu maka makin besar peluang untuk mengimunisasikan bayinya yaitu 2,215 kali untuk pendidikan tamat SLTA/ke atas dan 0,961 kali untuk pendidikan tamat SLTP/sederajat. Ibu yang berpendidikan mempunyai pengertian lebih baik tentang pencegahan penyakit dan kesadaran lebih tinggi terhadap masalah-masalah kesehatan yang sedikit banyak telah diajarkan di sekolah.
Diantaranya menurut Singarimbu, menyebutkan kelengkapan status imunisasi anak tertinggi pada ibu yang berpendidikan SLTP keatas sebanyak 30,1%. Syahrul,Fariani.,dkk (2002) dalam kesimpulan penelitiannya juga mengemukakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahun ibu dan keterpaparan informasi dengan status imunisasi,tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi sebagian besar (73,0%) sudah baik Namun demikian juga masih didapat sebagian kecil (4%) yang tergolong kurang.
Berdasarkan hasil penelitian Cahyono,K.D.,(2003) memberikan gambaran bahwa anak mempunyai kesempatan lebih besar untuk tidak diimunisasi lengkap bagi yang ibunya tinggal di perdesaan, berpendidikan rendah,kurang pengetahuan, tidak memiliki KMS (Kartu Menuju Sehat), tidak punya akses ke media massa ( surat kabar/majalah, radio, TV), dan ayahnya berpendidikan SD ke bawah. Semakin banyak jumlah anak, semakin besar kemungkinan seorang ibu tidak mengimunisasikan anaknya dengan lengkap.Selanjutnya Masykur (1983) dalam kesimpulan penelitiannya juga menyatakan ibu-ibu yang tahu tentang imunisasi tertinggi pada ibu yang tamat SLTA yaitu 80,7% dan secara statistik menunjukkan ada perbedaan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan ibu tentang imunisasi. Menurut Lubis(dalam Ali,Muhammad,2002),dari suatu penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa kurangnya peran serta ibu rumah tangga dalam hal ini disebabkan karena kurang informasi (60-75%),kurang motivasi (2-3%) serta hambatan lainnya (23-37%).
Slamet (1999), menyebutkan semakin tinggi tingkat pendidikan atau pengetahuan seseorang maka semakin membutuhkan pusat-pusat pelayanan kesehatan sebagai tempat berobat bagi dirinya dan keluarganya. Dengan berpendidikan tinggi, maka wawasan pengatehuan semakin bertambah dan semakin menyadari bahwa begitu penting kesehatan bagi kehidupan sehingga termotivasi untuk melakukan kunjungan ke pusat-pusat pelayanan kesehatan yang lebih baik.
Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingkah laku, semakin tinggi pendidikan seseorang maka dalam memilih tempat-tempat pelayanan kesehatan semakin diperhitungkan. Menurut Azwar, merupakan suatu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dan pendidikan dapat mendewasakan seseorang serta berperilaku baik, sehingga dapat memilih dan membuat keputusan dengan lebih tepat.
Pendidikan kesehatan dapat membantu para ibu atau kelompok masyarakat disamping dapat meningkatkan pengetahuan juga untuk meningkatkan kemampuan (perilakunya) untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu sangat mempengaruhi terlaksananya kegiatan pelaksanaan imunisasi anak/ bayi, baik itu pendidikan formal maupun non formal. Tahap pendidikan sangat menentukan kemampuan seseorang dalam mengatasi masalah dalam kehidupannya baik dilingkungan sosial maupun dilingkungan kerjanya.
Peningkatan cakupan imunisasi melalui pendidikan orang tua telah menjadi strategi populer di berbagai negara. Strategi ini berasumsi bahwa anak-anak tidak akan diimunisasi secara benar disebabkan orang tua tidak mendapat penjelasan yang baik atau karena memiliki sikap yang buruk tentang imunisasi.Program imunisasi dapat berhasil jika ada usaha yang sungguh-sungguh dan berkesinambungan pada orang- orang yang memiliki pengetahuan dan komitmen yang tinggi terhadap imunisasi.Jika suatu program intervensi preventif seperti imunisasi ingin dijalankan secara serius dalam menjawab perubahan pola penyakit dan persoalan pada anak dan remaja, maka perbaikan dalam evaluasi perilaku kesehatan masyarakat dan peningkatan pengetahuan sangat diperlukan.(Ali,Muhammad,2002).

3.         Pengetahuan
Menurut Rahman (2003), pengetahuan adalah hasil dari aktivitas mengetahui, yakni tersingkapnya suatu kenyataan ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya.
Notoatmodjo (2003) berpendapaat bahwa, Pengetahuan adalah merupakan hasil “Tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu yang mana penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba yang sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telingah.

4.         Motivasi
Menurut Handoko (1992) mengatakan bahwa motivasi merupakan suatu tenaga atau faktor yang terdapat dalam diri manusia yang menimbulkan, mengarahkan dan mengorganisir tingkah lakunya. Faktor yang dimaksud adalah kebutuhan, bila individu merasakan suatu kebutuhan maka akan mendorong individu tersebut untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Dari hasil penelitian ini gambaran motivasi responden terhadap imunisasi dikatakan baik. Motivasi responden yg baik ini kemungkinan disebabkan oleh kuatnya ibu/keluarga memotivasi responden untuk membeikan imunisasi terhadap anaknya.
Hasil penelitian dari Masykuri (1983) yang mengatakan bahwa yang menentukan ank nya di imunisasi adalah ibu. Dari hasil uji statistik ditemukan bahwa motivasi dari diri ibu sendiri sangat besar pengaruhnya terhadap pemberian imunisasi pada anaknya. Dah hal ini juga menentukan kesehatan keluarga. Ini dapat dilihat 75% ibu memiliki motivasi yang kuat mengimunisasikan bayi nya, sedangkan sisanya 25% tidak memiliki motivasi yang kuat untuk mengimunisasikan bayi nya.

5.         Lingkungan
Lingkungan adalah suatu kesehatan lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebagainya.  Lingkungan yang kurang bersih dan tempat pemukiman yang padat penduduknya merupakan salah satu faktor penularan TB paru yang paling cepat dan sangat sulit bagi pemerintah indonesia dan petugas kesehatan untuk memutuskan rantai penularan karena tempat pemukiman yang saling berdekatan. Dan kurangnya pengetahuan masyarakat dalam memodifikasi lingkungan rumah seperti ventilasi yang kurang sehingga sinar matahari dan sirkulasi udara tidak dapat masuk kedalam rumah yang mmengakibatkan basil dan kuman TB menetap ditempat tersebut (DepKes, 2007).


6.         Sosial Ekonomi
Terdapatnya penyebaran masalah kesehatan yang berbeda berdasarkan status sosial ekonomi pada umumnya dipengaruhi oleh 2 (dua) hal, yaitu :
a)      Karena terdapatnya perbedaan kemampuan ekonomis dalam mencegah penyakit atau mendapatkan pelayanan kesehatan.
b)      Karena terdapatnya perbedaan sikap hidup dan perilaku hidup yang dimiliki.(Azwar,Azrul). 
Menurut Noor,N.N (2000) menyebutkan berbagai variabel sangat erat hubungannya dengan status sosial ekonomi sehingga merupakan karakteristik. Status sosial ekonomi erat hubungannya dengan pekerjaan/jenisnya, pendapatan keluarga, daerah tempat tinggal/geografis, kebiasaan hidup dan lain sebagainya. Status ekonomi berhubungan erat pula dengan faktor psikologi dalam masyarakat.

C.      Penelitian Terkait
Selama pembuatan skripsi ini peneliti menemukan skripsi peneliti lain yang membahas masalah yang sama dengan penelitian yang akan peneliti lakukan yaitu tentang ”Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu dengan Waktu Pemberian Imunisasi BCG”.